Menajaki ke sebuah gunung Salak
daerah puncak yang begitu tajam mencolok di pencakar langit-langit biru. Juga
dari jauh pun terlihat sangat berdekatan, hal itu tak membuat Arfan juga Naomi
yang berdua saja menaiki gunung lantaran mereka berdua, ingin merasakan setiap
jadwal mereka berdua yang terbilang hal yang biasa saja. Menongkrong lama di
café, menonton bioskop, juga candylight dinner yang begitu sering mereka berdua
lakukan pada malam hari. Mereka berdua, memutuskan untuk menaiki gunung dengan
hal yang baru untuk mereka berdua.
Arfan mencari letak lokasi gunung Salak itu, dan menikmati perjalanan
yang begitu mereka mulai jajaki gunung barengan oleh para pendaki-pendaki
gunung yang profesional. Sebenarnya, Arfan bukanlah seorang hiking sejati, juga
tidak selalu menaiki beberapa gunung di Indonesia yang ada. Hanya saja, Arfan
ingin mencari suasana yang begitu tenang, damai, menikmati alam-alam Indonesia
dengan selama berhari-hari aktivitas ia bekerja dengan penuh kebebanan yang ada.
Hal itulah yang tak mau membuat Arfan dan Naomi terlewatkan. “Duh, sinyalnya
kosong.” Naomi mengangkat handphone smartphone-nya, dan menggoyangkannya ke
kanan dan ke kiri. “Memang disinilah, gak ada sinyal, semua alat komunikasi
jaringan mati.” Kata Arfan, berjalan santai beriringan dengan balutan jaket
yang tebal.
“Nanti aku gak bisa check location di Path, dong? Ya kali momennya gak
bakalan keliatan nanti di Path.” Sergah Naomi, memasang wajah yang cemberut.
Arfan tertawa mendengarnya, “Kamu tuh, Path palingan cuman mau numpang eksis
doang, kan? Kayak check location di gunung Salak biar temen-temen Path kamu
terpana melihat kamu lagi naik gunung. Gitu?” Naomi menatap matanya, dengan
pandangan tidak suka. “Yaudah, sih, biarin aja. Sirik.” Arfan merangkul Naomi,
dengan sarung tangan Arfan yang begitu melekat di tangannya sehingga tidak
merasakan kedinginan. “Yaudah, maaf ya, sayang. Udah diajakin naik gunung malah
kayak gitu.”
“Ya abisnya, di bully melulu.” Nada Naomi terlihat manja, juga kedua
tangannya yang ia lipatkan di dada. Itulah sisi Naomi, ceria, suka murung kalau
di bully sama Arfan. Dan perjalanan menaiki gunung tersebut, tak akan mereka
lewatkan bersama-sama. Naomi kerab merapatkan jaket cokelatnya, juga menutup
kepalanya dengan kupluk yang terdapat dibagian kepala belakang di jaket
cokelatnya. Menghindarkan dari kedinginan yang merasuki badannya. Angin-angin
mulai berhembus sedikit dan terus saja anginnya keluar ketika mereka berdua
masih berjalan. Berusaha untuk menaiki gunung Salak itu. Keindahan gunung alam
di negara pangkuan ibu Pertiwi.
Naomi merasakan embusan angin yang melandanya, ketika sampai di puncak
yang sempat berbarengan oleh para pendaki-pendaki gunung yang dari daerah mana
saja. Juga komunitas yang mereka buat, komunitas ‘Pendaki Gunung Sejati’. Kebun
teh pun dibuat kecil, sangat kecil. Naomi merenggangkan tangannya, memejamkan
matanya, menikmati embusan angin yang terus tidak berhenti bertiup dari langit.
“Arfan… Sini, deh, sini…” Naomi menarik tangan Arfan yang ada di sebelahnya.
“Kenapa?” lirih Arfan, menaiki satu alisnya. “Kamu rasain, deh, sini…”
Arfan dibuatnya bertanya-tanya, ada apa ini sebenarnya? “Sini, tapi kamu
dibelakang aku, ya. Aku yang didepan. Kamu pejamin mata kamu, renggangin kedua
tangan sama-sama. “ Perintahnya. Arfan pun mengikuti Naomi yang sempat
dibuatnya penasaran. Merenggangkan kedua tangannya dengan secara berpegangan
tangan Naomi, memejamkan kedua mata dua sejoli itu, dan hanya gelap saat mata
yang ditutup. Ada rasa dimana, Arfan merasakan sebuah angin yang masuk ke dalam
tubuhnya, menyegarkan badannya hingga menaiki atas kepalanya. Seketika, pikiran
Arfan kembali segar. Beban-beban yang telah ia lewatkan, begitu hilang seketika
dengan derusan angin dengan pejamkan mata yang Naomi lakukan sebelum Arfan
mengikutinya.
“Seger…” Ucap Arfan, tertawa mengucapkan perkataannya yang seperti itu. Naomi tersenyum dan membuka
matanya, lalu melihat
keadaan sekitar. Tak peduli beberapa pendaki yang melihat Naomi
juga Arfan yang melakukan seperti itu. Tepukan tangan Naomi yang ditepuknya
sekali, menyuruh untuk Arfan membuka matanya. “Jadi seger, kan? Pada ilang
semua?” tanya Naomi dengan tersenyum. Arfan mengangguk, “Iya. Ilang semua
beban-bebannya. Malahan pas mejamin mata juga udah ilang.” Kini, derusan angin
yang menghembus dari atas puncak gunung salak. Yang menyegarkan badan mereka
berdua, hal tersebut tak akan mereka lupakan lagi, dengan kamera SLR yang Arfan
bawa untuk memotret keindahan alam di atas gunung Puncak tersebut. Keindahan
alam yang begitu Arfan baru kali pertama ia jajaki, dan kali pertamanya ia
menaiki gunung bersama sang kekasihnya.
PS: Cerpen ini, dalam rangkaian sebuah acara lomba cerpen yang
saya ikuti pada tahun 2015. Juga acara lomba tersebut dari salah satu pemilik penerbit buku
Indie salah satu penerbit Indie pertama di self-publishing @NulisBuku.com, juga
yayasan @KEHATI yang juga turut bekerja sama dalam rangkaian acara penulisan
lomba cerpen ini yang mengenai tentang #AwesomeJourney. Tentang alam/keanekaragaman hayati di Indonesia.Doakan saya, semoga
saya bisa menang di lomba cerpen ini J