(Spesial Teacher’s Day)
Semua
orang yang hidup di dunia ini, pasti
bisa menangis. Yang terkandung bagaimana mereka cara untuk mengeluarkan
berbutir-butir air mata. Layaknya, mereka mempunyai air mata yang mereka
keluarkan dengan alasan-alasan tertentu. Marah, sakit hati, bahagia, bahkan
mengingat tentang sebuah kenangan. Seperti para guru-guru sekolah, yang
terkadang menangis karena tingkah kelakukan murid-murid yang seolah-olah tak
enak dipandang oleh mata. Lalu, tak jarang kalau ada murid yang berani melawan
guru.
Hidup memang perlu dengan guru,
dialah orang yang lebih pengalaman. Maka itulah aku yang selalu hendak
mempelajari atau mengambil dibalik pengalaman-pengalaman yang ada diatasku.
Titik-titik air mata yang mereka keluarkan, begitu meratapi berbagai macam
masalah yang dihadapi oleh guru. Seolah-olah mereka bingung untuk mencari jalan
keluar untuk bisa bebas dari zona-zona yang tak nyaman.
Atau, para murid-murid bisa
berbicara dengan empat mata oleh guru bermacam akademik. Tak hanya guru BP yang
bisa mengasihkan sebuah solusi, guru akademis pun bisa dengan semuanya. “Jika
kelak aku akan menjadi seorang guru, bukan guru dalam berbagai pelajaran,
melainkan guru yang menjalani jalannya waktu kehidupan”. Tulisan ini terlintas
aku membicarakan itu, “Jika kelak aku akan menjadi seorang guru, bukan guru
dalam berbagai pelajaran, melainkan guru yang menjalani jalannya waktu
kehidupan.” Kalau boleh dijabarkan, guru yang menjalani kehidupan pun bisa kita
bagi kepada yang lain. Masalah kita yang sulit kita hadapi, hikmah-hikmah
pelajaran hidup, atau pengalaman-pengalaman macam lainnya. Itu guru.
Menitihkan air mata dengan hati, tak
segampang yang kita rasakan. Hati terkadang hanya berdiam, sulit untuk
mengeluarkan air matanya. Bahagia, mungkin bisa dikeluarkan, walau hanya
setetes dengan cairan yang sedikit. Marah dan sakit hati, ya itu pasti. Marah
dengan siapa, dan sakit hati kepada siapa. Yang apapun berbagai macam tertentu
menitihkan air mata. Lalu dengan setiap waktu beberapa butir manusia yang
menitihkan air mata. Sering bertanya-tanya, “Apakah air mata itu bisa abis?”
tak ada yang memberitahuku.
Sekarang pun sebagai murid sekolah,
kita merayakan hari guru PGRI. Deretan guru-guru akademis, berdiri menunggu
murid yang menyalami tangannya, memberikan gift, atau bunga-bunga. Guru
favorit, guru yang membuatmu kesal setengah mati, bahkan guru yang selalu
datang terlambat ketika mengajar. Mereka memberikan bunga kepada mereka,
mengucapkan sepatah kata. Para guru pun menitihkan air matanya, dengan lagu
Himne Guru yang melantun oleh grup paduan suara dengan suara yang merdu.
Murid-murid yang menangis bersama
gurunya, berpelukan, dan saling meminta maaf satu sama lain. Tumpukkan bunga-bunga
yang diberinya, guru mengeluarkan tawa ketika ia tak mampu membawa bunga-bunga
yang diberikan kepadanya oleh murid. Dan saling berfoto untuk mendapatkan
sebuah kenangan yang mungkin tak akan terulang kembali. Jika ada mesin waktu
pun mungkin tak akan pernah ada jaringan mesin waktu itu.