Powered By Blogger

Thursday 29 October 2015

Masihkah Ada Kesempatan Lagi?



Berapa kali aku telah mengirimkannya secerhah tulisan chatting walau aku tak seperti para laki-laki lain yang pintar sekali meluluhkan hati seorang perempuan. Tak seperti diriku, namun aku tahu diri, yang paling penting, aku mengungkapkannya dengan perasaanku yang jujur. Apakah waktu aku mengungkapkannya itu waktu yang belum tepat untukku? Masa-masa sekolahku di SMA ini, aku hanya menikmati beberapa bulan saja untuk menikmati masa-masa sekolah putih abu-abu yang kukenakan sudah hampir lama. Beberapa para rekan-rekan teman pun, yang awalnya dekatan, saling bercanda atau tertawa riang, kini telah sirna dan mulai tak seperti dulu lagi.
            Berlama aku menginjak kaki di sekolah SMA ini selama tiga tahun, tak terasa bahwa aku akan semakin dewasa dengan umurku dan pikiran yang matang. Walau banyak yang bilang aku bukanlah laki-laki dewasa, benarkah itu? Katakan saja padaku. Mungkin, beberapa banyak para murid di SMA yang memiliki yang mereka rasakan masing-masing. Bahagia, sedih, duka, atau bahkan terluka yang masih masuk dalam kategori sedih. Yang paling aku sering lihat adalah kebahagiaan mereka yang mereka miliki. Aku pun sama, bahagia yang mungkin aku rasakan tanpa aku sadari. Seperti hatiku, yang selalu mengatakan, “Dia, dia, dan dia”. Seorang perempuan berambut panjang yang sudah kenal lama denganku, dan sekarang akulah pemilik rasa-rasa itu.
            Kenangan-kenanganku hampir tak terlupakan dengannya, menonton film di bioskop berdua dan menikmati film komedi di malam hari Sabtu. Sekarang, aku bingung dengan apa yang mesti aku lakukan, terutama seorang perempuan.  Lambat laun sekian berapa bulan kemudian, entah darimana itu rasa-rasa yang datang. Ya, seorang laki-laki yang berdatangan dengan rasa tanpa permisi atau mengetuk terlebih dahulu. Suatu waktu aku mencoba untuk mengeluarkan isi yang aku ungkapkan, aku mengatakannya, “Aku suka kamu.” Rasa suka, dan sudah bercampur cinta yang aku miliki. Namun lain halnya, dia tak menerima perasaanku, bahkan aku melihat sebuah percakapan yang ia kirim kepadaku dan kata orang, itu merendahkan martabat orang. Ah, aku tak peduli dengan ucapan itu.
            Beberapa kali laki-laki ini mengucapkan nama untuk seseorang yang dia cintai? Yang sanggup untuk menjalankannya secara dewasa? Dan secara pantas untuk diperjalankannya jika kehendak mengizinkan? Aku sangat berharap, walau aku berucap, “Aku ingin bisa mengungkapkannya lagi dan berusaha untuk meyakini.” Tetapi, kemarin pada hari Selasa, bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, aku tak tahu siapakah ia lagi. Aku tak mau berburuk sangka. Aku melihat seorang lelaki memegang tangannya ia dengan lama. Dan aku hanya terpaku melihatnya, meski sekarang aku berdiam diri saja, mencobanya kembali dengan perlahan.
            Dan banyak yang aku lihatkan dan tak mau aku tulis disini, ya, sampai sekarang rasa-rasa ini masih terus berganjalan di hati. Akankah aku bisa meraih ia lagi? Apakah aku bisa menggapai seseorang itu? Kalau bisa, aku ingin mendapatkannya bukan hanya sekedar memiliki, namun aku ingin menyentuh hatinya, dan aku tak peduli keburukan dan kebaikannya. Karena aku pun sama, kebaikan ada, dan keburukan rupa busuk pun ada. Akankah aku diberi kesempatan lagi untuknya? Aku berkali-kali mengucapkan kata dan nama untuknya dengan sepenggal doa-doa. Nyatanya, aku belum tahu kemudian. Aku bukanlah seorang pengejar cinta, seperti yang dikatakan dia, tidak! Aku bukan itu.
            Aku hanya secara jujur dan secara bersikap baik untuk membicarakannya ini. Sumpah, aku tak mau menyesal di kemudian harinya. Aku selalu takut dengan itu. Apakah aku pengecut? Tidak, namun memang itu. Sekarang pun, mungkin aku bisa mengungkapkannya pertama kali, tetapi dengan kedua kalinya kini? Aku belum tahu untuk waktu yang bisa menyelaraskan keadaan. Apakah aku bisa menggapai dia? Dan sepenggal terakhir: Aku mencitaimu dengan jujur.