Powered By Blogger

Sunday 9 July 2017

Sesuatu Kata Yang Lain Dari M. Aan Mansyur


(Aan Mansyur, saat sedang menjelaskan materi tentang Menulis Kisah dalam Sajak di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu, 08 Juli 2017).

“Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta. Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi ini dipisah kata-kata. Begitu pula rindu, hamparan laut dalam antara pulang dan seorang petualang yang hilang. Seperti penjahat dan kebaikan dihalang uang dan undang-undang…” Begitulah saat Aan Mansyur, yang disapa akrab Bang Aan, membacakan puisi yang berjudul Batas dari salah satu buku Tidak Ada New York Hari Ini. Pembacaan puisi tersebut, dari salah satu hadirin yang bertanya juga mengabulkan permintaan untuk membacakan salah satu puisi yang akan terdengar dari suara milik Aan sendiri.
            Beliau yang datang dengan memakai kacamata dan kemeja putih, menjelaskan tentang kepenulisan puisi dari setiap kisah-kisah hidup. Juga menulis yang Aan terangkan kepada audiens yang rata-rata anak muda berdatangan, adalah salah satu seni berpikir dalam kepala. “Seni berpikir itu adalah, yaitu bagaimana kita menuliskan sesuatu dan memandang lain cara mengungkapkan,” ujar Bang Aan. Bahasa yang di paparkan, merupakan bahasa-bahasa lain. Aan sendiri, terdengar berat kosakata saat menjelaskan materi dan menggunakan konsonan kata dan berupa majas-majas yang hanya anak Sastra Indonesia yang mengetahui. Namun, membuat audiens beberapa mengerti tentang percakapan Bang Aan Mansyur tersebut.
            “Seorang penyair, menurut saya adalah pekerjaan tentang meragukan diri sendiri.” Ucapnya lagi. Yang secara langsung mengemas sebuah kata penyair sebagai pekerjaan meragukan diri sendiri melalui sebuah kata-kata. Menurut Aan, setiap puisi-puisi yang pernah Aan buat, adalah mengundang sebuah pertanyaan dan kemudian menjawabnya. Tentu, masa kecil Aan yang setiap bangun tidur, memiliki dua puluh pertanyaan yang harus di jawab. Sebagaimana puisi, menurut Bang Aan, adalah cara lain mengungkapkan atau menjawab hal-hal sekitar dari pandangan.
            “Puisi juga bukanlah sesuatu yang indah dari kata-katanya, tapi ada cara lain yaitu bagaimana kita mengungkapkan sendiri dan memiliki cara pandang lain,” kemudian Aan Mansyur memaparkannya kembali. Cukup ramah beliau menyampaikan materi, meskipun beliau adalah seorang yang pendiam dari luarnya. “Kalau kamu, belum mengenal Mas Aan, pasti kamu menganggap saya ini adalah orang yang pendiam. Saya cerewet tentunya, jika kamu sudah mengenal saya.” Kemudian menjelaskan lagi diselingi tawa oleh hadirin yang mendengar.
            Metafora sendiri, dari sebuah kata-kata, Aan mengucapkan bahwa Metafora dalam kata bukanlah sesuatu kata yang indah. Melainkan ada beberapa pertanyaan maksud lain dari sebuah kata Metafora. “Dan saya melihat kata Metafora di bahasa Inesia, dan bahasa Latin sungguh berbeda. Di bahasa Inesia, Metafora adalah sebuah kata-kata indah yang kita ucapkan, atau yang mau kita tuliskan. Tapi maksudnya, bukan seperti itu,” ujarnya, dengan pengucapan kata bahasa Indonesia dengan Inesia karena berdarah Bugis tersebut. “Dalam contoh, misalkan dia cantik, kata Metafora bermaksud, kenapa dia cantik?” Aan memberikan pertanyaan tentang Metafora. Dan membuat hadirin turut mengerti akan kata Metafora yang selalu dikaitkan dengan kata-kata yang indah pada buku Pelajaran Bahasa Indonesia.
            Acara yang bertempatan di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Sabtu kemarin, merupakan hal yang tepat dalam mengusung acara hingga mengambil sebuah tempat pada arena kesenian adat rumah yang terdapat di beberapa gang-gang Kompas Gramedia dan Tribun News tersebut. Acara yang memiliki kuota terbatas untuk bertemu dan mendengar perbincangan Mas Aan dalam penulisan puisi, sesuatu hal lain dimana kata-kata Mas Aan menjadi cukup bekal dalam ilmu yang ingin menjadi penulis apapun. Puisi, Cerita Pendek, ataupun Novel.
            “Jika saya puitis, tentu kamu harus melihat hal yang lain. Bahwa masih ada yang lebih puitis dari saya, contohnya yang pembuat film-film. Itu, tentu lebih puitis dari saya,” ungkapnya lagi. Acara yang ditutup pada jam 18.00 WIB cukup antusias ketika selesai hadirin mengantri untuk meminta tanda tangan dari setiap karya Aan Mansyur, dan juga hanya untuk sekedar foto bersama.
            Aan Mansyur, salah satu penulis puisi dari kota Bone, Sulawesi Selatan, dan bekerja di sebuah Pustakawan Katakerja di Makassar. Karya-karya beliau antara lain: Aku Hendak Pindah Rumah(2008), Cinta Yang Marah(2009), Tokoh-tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita(2012), Kukila(2012), Kepalaku: Kantor Paling Sibuk di Dunia(2014), Melihat Api Bekerja(2015), Tidak Ada New York Hari ini(2016), Sebelum Sendiri(Jual Buku Sastra, 2017), Cinta Yang Marah(2017), dan Perjalanan Lain Ke Bulan(2017).

Penulis: Aflaha Rizal

 (Gue sendiri, bersama salah satu makhluk dalam setiap kata-kata yang mampu memberikan pencerahan dalam kata-kata setiap yang mau membuat karya, M. Aan Mansyur).




                             (Dua buku karya M. Aan Mansyur yang ditandatangani olehnya).