Powered By Blogger

Thursday 8 February 2018

Review Buku Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta

Sumber: http://marjinkiri.com/product/pak-tua-yang-membaca-kisah-cinta/
Ketika saya membaca sebuah novel, cerpen, atau barangkali puisi, selalu bermacam-macam diri saya menjadi lain. Seperti kita melupakan hal-hal bising dan terbawa pada alur cerita itu sendiri. Banyak orang-orang mengatakan perihal seseorang yang bekerja sebagai membaca buku di waktu luang. “Mereka adalah pekerja yang barangkali selalu mengasingkan diri dan selalu sendiri,” begitu yang saya kutip di kepala saya mengenai mereka, yang barangkali mereka jarang membaca buku. Selain mengenai tentang barang-barang produk atau seragam yang selalu melengkapi tubuh dua minggu sekali atau satu bulan membeli pakaian seragam sebanyak empat kali.
            Tidak, saya tidak menggeneralisir dan saya adalah orang yang lebih sendiri yang tinggi. Bukan seperti itu. Saya tidak begitu merasakan, saya berbeda dari yang lain. Hidup membaca buku-buku, atau barangkali selalu asing di mata orang-orang. Begitu yang saya paparkan tentang karakter dalam buku Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta, yang bernama Antonio Jose Bolivar Proano yang hidup di belantara hutan. Dan juga buku-buku yang selalu tentang cinta. Juga sendiri. Tidak perlu berpanjang-panjang bicara melalui kata bagaimana saya menemukan satu buku yang cantik sampulnya itu, serupa perempuan yang sedang menikmati kopi di kafe malam penuh kunang-kunang kota.
            Berjudul buku Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta, barangkali saya juga terbius oleh judul buku itu. Sebagaimana saya lebih menerima buku-buku yang menceritakan sebuah kisah cinta yang bahagia(bahkan saya lebih pro tentang kisah cinta atau menulis kisah cinta yang sedih dan menderita), atau sedih sekalipun. Atau mungkin kehidupan orang lain yang lebih sosial di suatu tempat. Pikiran saya bekerja, “Mungkin ini menceritakan sebuah Bapak Tua yang selalu membaca buku kisah cinta. Di rumah, atau di suatu perpustakaan tertentu.” Begitu yang saya dapatkan, buku ini adalah terjemahan dari novel bahasa Inggris. Yang bernama Luis Sepulveda sebagai seorang penulisnya. Juga pernah menjadi aktivis mahasiswa(di kampus saya banyak sekali mahasiswa aktivis yang selalu mengkritik suatu bentuk apapun) yang terbuang dan selalu masuk penjara setiap kritiknya tersebut subversif. Tetapi, sebagai saya yang seorang pembaca juga, selalu tenggelam pada kata-kata yang lebih menyuntik pembaca dengan bius yang tidak akan ditemukan di laboratorium Farmasi.[1]
            Juga beberapa kutipan yang saya temukan dan saya tulis di buku catatan yang benar-benar mendominasi hati:
-       
  -
Cinta itu ibarat sengatan lengau yang tak bisa dilihat tapi diburu oleh tiap orang(Hal.50).
-          -Seperti apa cerita Cinta itu?(Hal.50).
         
-Sekali berciuman, dan Cuma dengan istrinya seorang. Sebab ciuman adalah kebiasaan yang tak lazim bagi orang Shuar(Hal.66).
     
-Ngobrol membuat orang bisa saling bertatap mata(Hal.75).

Saya akan menceritakan siapa orang Shuar itu, di dalam bukunya, memang terdapat adanya adat atau orang daerah di hutan Amazon itu sendiri. Seperti sebuah suku-suku yang saya tangkap. Tetapi, ketika saya mencari dan meriset siapa orang Shuar itu, tak lebih ialah seseorang yang selalu berburu kepala manusia yang cukup mengerikan. Lalu kepala tersebut diawetkan sebagai jimat yang biasa mereka sebut Tsantsa. Suku Shuar, yang berasal dari Ekuador tersebut, selain mengerikan pada ritual budaya, di buku Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta, menceritakan suku Shuar yang lebih diceritakan sebagai seorang yang bekerja sama dan saling tolong menolong. Apalagi soal berburu binatang. Berbeda dari sejarah yang saya riset.
Lalu, karakter lain ialah seorang dokter gigi yang cukup menggeger bekerja di sebuah hutan belantara itu, Dr.Loachamin. Ia diceritakan betapa kesalnya sekali ia berhadapan dengan pasien yang selalu mengeluh kesakitan, ketika tangan pasien menarik tangan seorang dokter tersebut yang dikatakan adalah seorang yang kurang ajar pada halaman pertama. Lalu seterusnya jika bertugas, datang menggunakan kapal yang bernama Sucre bersama Nahkoda nya.
Karakter yang benar-benar sungguh berbeda dari kehidupannya, adalah Pak Walikota, atau biasa disebut si Gendut yang berkeringat. Dahulu ia tinggal di kota, tetapi ia dipindahkan karena perlakuan tersebut menggelapkan uang atau biasa disebut korupsi. Tetapi, ada suatu kepentingan lain yang dinamakan kapitalisme lahan hutan dari seorang tamu Amerika yang datang. Seorang Pak Tua, Antonio Jose Bolivar Proano sangat anti dengan hal-hal modernitas dan ucapan-ucapan dari orang-orang kota. Lalu Pak Walikota meminta Antonio untuk angkat kaki dari rumah dengan alasan tanah tersebut adalah milik negara di hutan Amazon.
Dr. Loachamin, selalu menawarkan beberapa buku-buku untuk Pak Tua, yang mengharuskannya untuk dibaca. Lalu, ia membaca beberapa kata tentang buku yang mengisahkan kisah cinta manusia. Di sebuah gubuk maupun di waktu perjalanan petualang. Tetapi, hal yang menurut saya membingungkan, ketika isinya tersebut lebih kepada petualangan ketimbang seorang karakter yang hidup dengan buku-buku kisah cinta itu sendiri. Sebuah judul yang terbius, dan mampu menipu saya saat membacanya. Tetapi, sebagian begitu baik untuk kamu baca dan benar-benar harus membaca karya dari Luis Sepulveda ini. Selain latar yang tidak biasa pada buku novel yang menceritakan latar tempat perkotaan. Namun, buku tersebut menceritakan latar tempat sebuah hutan Amazon.
Di akhir bagian cerita, yang saya katakan pada paragraf, Pak Tua yang tidak menyukai orang-orang Amerika itu, adalah tak lain kepentingan sebuah pasar yang saya katakan adalah kepentingan kapitalisme lahan hutan yang diperbincangkan dengan Pak Walikota berkeringat itu. Yang membuat seorang Pak Tua itu tidak menyukai sosoknya, ketika seorang tamu Amerika masuk tanpa izin ke gubuk Pak Tua dan mengambil sebuah potret dirinya bersama istrinya,
Pikiran mereka, sebagai orang-orang asing, datang ke tanah hutan dan mengkapitalisasi keadaan dengan satu tujuan: agar cepat kaya. Dan ini terdapat pada halaman tiga puluh sembilan, dengan wajah-wajah orang yang tak bermoral ketika datang.

Kelebihan:

-
Sampul yang menarik ketika kau menemukan satu buku yang benar-benar ingin kau baca. Berupa gambar daun-daun khas hutan dan ada dua mata berwarna kuning. Antara mata binatang atau mata manusia penduduk setempat yang masih mengagungkan adat.

-Kau akan terbius pada judul buku yang benar-benar dirimu sejati. Sebuah cinta manusia di kehidupan sepanjang usia menemani dan berjalan hingga putus takdir kehidupan itu. Sebagai sosok Pak Tua yang barangkali kau akan mengira, bahwa ia pandai merangkai dan membaca karya-karya buku bertemakan cinta.

-Buku versi terjemahan, yang diterjemahkan oleh Ronny Agustinus, yang diterbitkan oleh Marjin Kiri. Penulis buku yang mungkin kau akan menemukan di sebuah jalur perbukuan indie, termasuk Indonesia.


Kekurangan:

-
Lebih kepada cerita petualangan, bagaimana sebuah perjalanan cerita dan orang-orang adat mempertahankan wilayah kehutanan. Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta begitu terbius. Dan kau akan mengira, mungkin buku ini romantis, penuh melankolis yang menceritakan seorang Pak Tua yang hidupnya dengan cintanya. Tetapi, kadar soal cinta itu sedikit.

-Butuh beberapa kali mencari, tentang kehidupan orang-orang beradat di hutan yang bisa kau temukan dan bahkan kau belum mengetahui itu sama sekali.


            Itulah yang saya nilai dari isi buku tersebut, meskipun terkadang kesalahan akan ada nantinya ketika seseorang pengunjung membaca hasil review buku Sastra ini. Barangkali suatu adat yang juga mereka paling pandai dengan seluk-beluk budaya adat di luar negeri selain di Indonesia. Atau memang sejarahwan atau apapun dan saya tidak mengetahui itu. Dan, hasil review ini mampu ditangkap dan sebagaimana buku yang saya nikmati di hari-hari pagi atau sedang hujan deras berakhir rintik-rintik.


Penulis Buku: Luis Sepulveda
Penerbit: Marjin Kiri
Penerjemah: Rony Agustinus
Tebal: 133 halaman




[1] Kutipan dari sebuah cerita pendek yang saya terbitkan di Storial.co dan Penakota, Pengunjung Kedai yang Sedang Menelepon Anaknya.. 

No comments:

Post a Comment